BAZNAS Kota Bima Kucurkan Bantuan Rp25 Juta Bagi Penderita TBC, Tingkat Kesembuhan Mencapai 97,12 Persen
Suasana penyerahan Bantuan BAZNAS Kota Bima Rp25 Juta bagi penderit TBC kepada Pemkot Bima. (Ist) Aktualita, Kota Bima - Badan Amil Zakat ...
Suasana penyerahan Bantuan BAZNAS Kota Bima Rp25 Juta bagi penderit TBC kepada Pemkot Bima. (Ist) |
Aktualita, Kota Bima - Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kota Bima menyerahkan bantuan sosial sebesar Rp25 juta kepada Pemerintah Kota Bima. Bantuan zakat konsumtif tersebut diserahkan oleh Kepala BAZNAS Kota Bima H. Tajuddin, SH., kepada Pj Wali Kota Bima, Drs. H. Mukhtar Landa, MH., pada acara Apel Gabungan dan Senam Sehat di halaman Kantor Pemkot Bima, Jumat, 6 September 2024.
Kepala BAZNAS Kota Bima, H. Tajuddin, SH., mengatakan, bantuan uang tunai ini diperuntukan bagi penderita penyakit TBC, HIV dan Kusta. Bantuan tersebut diharapkan dapat membantu meringankan beban ekonomi para penerima, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar dan biaya pengobatan.
Diakuinya, bantuan ini merupakan wujud kepedulian terhadap masyarakat yang membutuhkan, khususnya mereka yang tengah berjuang melawan penyakit serius.
"Dengan adanya bantuan zakat ini, diharapkan kualitas hidup para penderita dapat meningkat dan mereka bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik serta dukungan moral dari lingkungan sekitar," ungkap Tajuddin.
Kabid P3PL Dikes Kota Bima, Hj. Fitriani, SKM., M.Kes., bersyukur mendapat bantuan penyembuhan bagi penderita TBC. Ia mengaku dengan danya bantuan dari BAZNAS Kota Bima untuk tahun 2024, berhasil menyembuhkan penderita TBC sebanyak 413 atau 97,12 persen dari jumlah penderita 426 orang. "Implementasi dari bantuan ini berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk perbaikan gizi karena lamanya minum obat yaitu 6 bulan," katanya.
Hj. Fitriani mengungkapkan, Tuberkulosis (TBC) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Laporan TBC global yang diterbitkan oleh WHO tahun 2023, Indonesia menduduki peringkat ke-2 kasus TBC tertinggi di dunia dengan 1.060.000 kasus baru.
"Pertama kali dalam sejarah di Indonesia penemuan kasus TBC pada tahun 2023 tertinggi dari tahun sebelumnya sebesar 77 persen dari target sebesar 90 persen. Peningkatan jumlah kasus dan progresivitas TBC dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya penyakit komorbid," jelasnya.
WHO juga menjelaskan, lanjut Hj. Fitriani, terdapat lima faktor risiko utama yang dikaitkan dengan insiden kasus TBC, yaitu penyakit Diabetes Melitus (DM), infeksi HIV, gizi kurang, perilaku merokok dan gangguan akibat penggunaan alkohol. Selain itu, gangguan mental, silikosis, dan hepatitis berpengaruh pada prevalensi dan tingkat keparahan TBC.
"Dalam mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan suatu panduan manajemen komprehensif terhadap kasus TBC dengan komorbid. Oleh karena itu, disusunlah Petunjuk Teknis Tata Laksana Tuberkulosis dengan Komorbid ini," terangnya.
Untuk diketahui, Indonesia telah berkomitmen dalam pencapaian eliminasi di tahun 2030 dengan menurunkan insidensi kasus tuberkulosis menjadi 65 per 100.000 penduduk. Upaya penanggulangan tuberkulosis di Indonesia tahun 2020-2024 telah diarahkan untuk mempercepat capaian tersebut serta mengakhiri epidemi tuberkulosis di tahun 2050 dengan menggiatkan penemuan kasus TBC secara dini.
Sesuai dengan surat edaran ditjen P2P tahun 2021 tentang perubahan alur diagnosis TBC, menargetkan 70 persen kasus TBC ditemukan melalui pemeriksaan TCM (Test Cepat Molekuler). Dengan jumlah alat TCM yang masih terbatas dan baru tersedia 46 alat di faskes pemerintah, Provinsi Nusa Tenggara Barat telah mengembangkan mekanisme jejaring rujukan
laboratorium/sampel untuk dapat mengakomodir pemeriksaan yang dilakukan oleh fasyankes yang ada di seluruh wilayah kabupaten/kota. Utilisasi alat TCM pada tahun 2023 mencapai 61 persen.
Pemeriksaan mikroskopis masih tetap dilakukan guna memantau hasil pengobatan pasien TBC (follow up) pengobatan. Kualitas fasyankes pelaksana mikroskopis sangat menentukan hasil pemeriksaan sehingga dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan pengobatan pasien TBC. Berdasarkan data tahun 2021 (data per 30 Mar 2022), partisipasi fasilitas kesehatan (faskes) yang mengikuti PME uji silang mikroskopis TB adalah 25% (TW1),
23% (TW2), 25% (TW3), dan 21% (TW4), dari 7,927 fasyankes mikroskopis TBC. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi sangat penting dilaksanakan secara berkesinambungan untuk mengukur kinerja fasyankes pelaksana pemeriksaan TBC sebagai upaya perbaikan dan meningkatkan mutu pemeriksaan guna pencapaian indikator utama program TBC.
[akt.01]