SPPT-PBB Diblokir dan Dipasang Papan Larangan Membangun, Pemilik Lahan Belakang Pasar Ama Hami Meradang
Lahan bagian selatan Pasar Ama Hami yang dilarang Pemkot Bima untuk membangun atau mengelola. Aktualita, Kota Bima - Para pemilik lahan di b...
Lahan bagian selatan Pasar Ama Hami yang dilarang Pemkot Bima untuk membangun atau mengelola. |
Aktualita, Kota Bima - Para pemilik lahan di bagian selatan Pasar Ama Hami, Kelurahan Dara, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat menyorot sikap Pemerintah Kota (Pemko) Bima yang memblokir SPPT-PBB lahan mereka. Pemblokiran yang terjadi sejak tahun 2020 itu, membuat pemilik lahan meradang.
Salah satu warga yang mengelaim sebagai pemilik lahan, Ismail, mengaku, SPPT-PBB diblokir (tidak diterbitkan) oleh Pemkot melalui BPKAD tahun 2020. Diketahui setelah dirinya pergi membayar PBB BPKAD, sekitar bulan April 2020.
"Saya tidak tahu alasan pemblokirannya. Waktu itu saya tanya pegawai BPKAD dan dijawab besok datang lagi. Tapi sampai sekarang tahun 2022, belum juga keluar SPPT-PBB saya," akunya.
Ismail mempertanyakan alasan BPKAD tidak menerbitkan SPPT-PBB lahan miliknya. Ia juga mempertanyakan dasar hukum pemblokiran tersebut.
"SPPT lahan kami di belakang Pasar Amahami sudah 3 tahun lebih diblokir oleh BPKAD. Apa dasar hukum mereka memblokir, padahal sebelumnya lancar-lancar saja kami membayar pajak setiap tahunnya," keluh warga Kelurahan Paruga ini.
Ismail juga menyorot pemasangan papan larangan membangun/mengelola lahan di atas lahan mereka oleh Pemkot Bima. Padahal, Ia memiliki bukti kepemilikan yang sah terhadap lahan tersebut.
"Pihak Pemkot juga memasang papan dilarang membangun/mengelola di atas lahan kami. Saya punya bukti kepemilikan lahan yang sah. Ini kan jadi pertanyaaan kita semua yang memiliki lahan di sana, apa tujuan BPKAD memblokir SPPT lahan kami," tandasnya.
Ismail mengaku memiliki lahan seluas 26 are di bagian selatan Pasar Amahami. Dibeli sejak tahun 2012 dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.
"Semua ada bukti kepemilikan yang sah, bahkan diketahui oleh Pemerintah Kelurahan Dara waktu itu. Semua pemilik lahan tempat saya beli, masih hidup semua sampai sekarang," jelasnya.
Tindakan Pemkot yang memblokir SPPT-PBB dan memasang papan larangan, diakuinya sangat merugikan sebagai pihak pemilik lahan. Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ada papan larangan.
"Hal ini sangat berpengaruh besar karena obyek lahan saya ada di lokasi itu. Saya tidak bisa mengelola dan tidak bisa bekerja sama dengan investor. Padahal lahan itu milik pribadi yang ada surat-surat kepemilikan sah," tuturnya.
Ismail menambahkan, lahan tersebut bukan laut. Melainkan tambak yang sudah hancur pematangnya. "Saya beli dulu bukan laut, tapi tambak," tegasnya.
Kepala BPKAD Kota Bima, M. Saleh melalui Kabid Pendataan dan Penetapan, Heri Wahyudi, menjelaskan, lahan di bagian selatan Pasar Ama Hami merupakan garis sempadan laut yang bukan aset Pemkot. Karena kewenangannya adalah Kementerian Kemaritiman dan investasi, dan Pemprov NTB.
"Pemda hanya sifatnya koordinasi dengan pemerintah pusat dan Pemprov. Tidak memiliki kewenangan mengambil alih sebagai aset Pemkot," katanya di BPKAD, Selasa, 14 Juni 2022.
Diakuinya, Pemkot tidak mengeluarkan SPPT-PBB lahan tersebut karena ada rekomendasi dari Pansus DPRD Kota Bima yang dikeluarkan tahun 2019 lalu. Kemudian, berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, serta Perpres Nomor 51 Tahun 2016, tentang batas-batas laut.
"Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan rekomendasi Pansus Dewan itulah yang menjadi alasan kami (Pemda) tidak mengeluarkan SPPT pada lahan tersebut," jelasnya.
Selain itu, lanjut Heri, tidak diterbitkan SPPT-PBB juga berdasarkan Perwali Nomor 10 Tahun 2017, tentang Standar Operasi Prosedur Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan Perkotaan (SOP PBB-P2).
Perwali tersebut dijelaskan pada Pasal 32 yakni, penghapusan PBB-P2 dapat dilakukan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek-subjek pajak.
"Termaktub pada poin (d): terjadi kekeliruan penerbitan SPPT terhadap bidang yang tidak memiliki objek pajak," beber Heri.
Ia menambahkan, status lahan itu hanya hak guna pakai. Mengenai adanya sertifikat hak milik atau surat kepemilikan lain yang dimiliki warga, itu domainnya pihak terkait yang punya kewenangan.
[akt.01]