Pengiriman Sapi di Pelabuhan Bima Diduga Langgar Ijin Muat dan Tanpa Prosedur Karantina Hewan

Ternak sapi dimuat KM Ayu Express 1 yang akan dikirim ke daerah Jabodetabek, Sabtu (29/5) AKTUALITA, KOTA BIMA - Pemuatan sapi potong untuk ...

Ternak sapi dimuat KM Ayu Express 1 yang akan dikirim ke daerah Jabodetabek, Sabtu (29/5)

AKTUALITA, KOTA BIMA - Pemuatan sapi potong untuk dikirim ke wilayah Jabodetabek melalui jalur laut Pelabuhan  Bima, diduga tidak sesuai Surat Perintah Muat (SPM). Informasi yang dihimpun media ini, dalam ijin pemuatan yang semestinya 500 ekor sesuai SPM, namun diduga lebih dari itu yang mencapai sekitar 700 ekor.

Persoalan lainnya, pemuatan sapi potong tersebut tidak melalui prosedur karantina sebagaimana mestinya. Dimana pihak karantina hewan diduga mengeluarkan surat keterangan sehat tanpa memeriksa terlebih dahulu kesehatan sapi tersebut, seperti pengambilan sampel darah sapi untuk mengecek bebas penyakit atau tidak. 

Untuk diketahui, pihak karantina hewan wilayah kerja Pelabuhan Laut Bima belum memiliki kandang sebagai tempat untuk mengarantina sapi beberapa hari sebelum dimuat dan dikirim ke daerah tujuan. Sehingga diduga prosedur pemeriksaan kesehatan sapi tidak dilalui sesuai aturan. 

Salah satu warga pemilik sapi yang akan dikirim ke Jabodetabek, Abdullah, mengungkapkan, pengiriman saat ini direncanakan sebanyak 1000 ekor. Yang baru dinaikan ke atas kapal KM Ayu Express 1 sekitar 650 ekor. "Sudah dari hari Jumat (28/5) sapi dinaikan ke atas kapal," ujarnya pada sejumlah wartawan saat dikonfirmasi di atas kapal tersebut, Sabtu malam (29/5).

Warga Kecamatan Monta, Kabupaten Bima ini mengatakan, memiliki sapi sebanyak 15 ekor yang akan dikirim ke Jabodetabek. Dengan memakai perusahaan pengirim sapi, CV RP. "Tidak tahu kapan berangkatnya. Mungkin tunggu sampai jumlahnya seribu sapi baru berangkat," katanya. 

Abdullah mengaku, sudah membayar administrasi pemuatan sapi pada pihak karantina hewan wilayah kerja Pelabuhan Bima sekitar Rp1,3 juta per ekor. Biaya tersebut sudah termasuk semua yang diatur pihak karantina hewan. "Biaya itu sudah semuanya. Kami tinggal terima sapi siap dikirim dan sampai tujuan," akunya. 

Hal senada diakui pemilik sapi lainnya, Dahlan. Warga Sape ini mengaku, pemuatan sapi ke atas KM Ayu Express 1 telah berlangsung beberapa hari. 

Kapal pengangkut sapi KM Ayu Express 1, belum berangkat ke daerah tujuan Jabodetabek karena masih menunggu hingga 1000 ekor. 

Penanggungjawab Pelayanan Karantina Hewan dan Tumbuhan Wilker Pelabuhan Laut Bima, Drh Astria Ardika, yang dikinfirmasi Minggu (30/5) pagi, mengaku, pengiriman sapi saat ini pihak KM Ayu Express 1 menargetkan 1000 ekor. Sekarang pemuatan sapi yang sudah ada di atas kapal sekitar 500 ekor. 

Target 1000 ekor pemuatan masih belum tercapai kata dia, karena beberapa CV perusahaan pengirim sapi tidak ada yang memiliki rekomendasi pemuatan. "Bagi mereka yang nggak punya rekom, tinggal lobi antar pengusaha karena yang mengklaim mendatangkan kapal adalah CV Rizki Perdana. Tinggal dia bisnis to bisnis dengan pengusaha lain, dia kasih izin nggak," katanya. 

Drh Astria Ardika

Kalau sapi diberangkatkan tanpa memiliki izin sebutnya, adalah illegal. Pihak karantina hewan tidak akan menerbitkan sertifikat, selama persyaratannya tidak terpenuhi. "Sehingga kita tidak menerbitkan surat persetujuan pemuatan," tandasnya. 

Astria mengaku, sampai dengan Minggu (30/5), sapi potong belum mencapai 1000 ekor yang dimuat di atas kapal. Masalahnya, terkendala izin yang belum keluar dari provinsi. "Kata pengusaha izin itu baru bisa keluar besok (Senin, 31 Mei). Makanya sapi  belum bisa dimuat. Karena itu tadi, kami tidak berani mempertanggungjawabkan kalau pemuatan tanpa izin," akunya. 

Astria mengaku, Kantor Pelayanan Hewan dan Tumbuhan Wilker Pelabuhan Laut Bima belum memiliki kandang untuk karantina hewan. Sehingga sampel untuk pemeriksaan kesehatan sapi dilakukan di kandang milik peternak masing-masing.

Untuk proses karantina sapi, lanjut Astria, diambil 10 persen dari seluruh populasi berdasarkan statistik karantina hewan. "Karena ini hanya survailans hewan potong, berbeda dengan ternak bibit. Kalau yang dikirim adalah bibit sapi, kita 100 persen pengambilan sampelnya. Karena ini adalah ternak potong yang akan disembelih, hanya dilakukan surveilans 10 persen dari total populasi. Misal, sekarang yang diajukan 200 ekor, diambil sampel 20 ekor saja karena di atas 100 persen itu sudah bisa mewakili secara statistik dan keilmuan," jelasnya. 

Dalam satu CV atau perusahaan pengirim sapi itu beber dia, ada yang hingga tiga kali diterbitkan izin pengiriman. Misalnya dalam ijin pemuatannya 500 ekor, tapi yang dimuat untuk dikirim lebih dari itu. Siapa yang bertanggungjawab? 

"Biasanya, kalau di sini itu bisnis sama bisnis. Mereka kan main partner antar CV, ini setahu saya ya. Mereka dari partner nanti CV yang saya berikan izin, ya nanti dia bisa bantu. Itu bukan pelanggaran selama dia punya ijin dan yang membantu ini bersedia. Jadi, kita patokannya izin dari yang punya CV itu," imbuhnya. 

Astria kembali menegaskan, semua sapi yang dimuat telah melalui pemeriksaan. Meskipun pada satu peternak tidak dilakukan pengambilan sampel, karena sudah terwakili oleh rekan peternak lain yang 10 persen dari populasi.

"Setiap ada pemuatan kita tetap naik ke atas kapal untuk mengecek. Itu memfasilitasi saya untuk penetapan diagnosa yang menjadi tanggungjawab saya sebagai dokter hewan, yang nantinya akan menerbitkan sertifikat layak muat," tuturnya. 

Terkait biaya yang disebutkan pemilik sapi Rp 1,3 juta per ekor, Astria mengelarifikasi bahwa biaya tersebut bukan dibayarkan kepada pihak karantina. Tetapi kepada pemilik CV pengirim sapi.  

Pada pihak karantina hewan hanya tarif jasa tindakan dan penggunaan sarana karantina yang merupakan pendaatan negara bukan pajak (PNBP). "PNBP yang kami terima resmi sesuai dengan PP 35 Tahun 2016 dan ada kwitansi yang dikeluarkan oleh bendahara penerima kami," pungkas Astria. 

[akt.01]

Related

Hukrim 317334769712182529

Posting Komentar Default Comments

  1. Wahhhh ini sdh gk bener, padahal yg menjual jasa pengiriman ternak ini adalah oengusaha, koq bisa disalahkan Qarantina ya... padahal petugas Qarantina hanya bertugas memeriksa sampel darah sapi dan mengeluarkan sertifakat pemberangkatan ternak saja, skrang dikambing hitamkan karantinax, padahal yg nakal pengusahanya sendiri.. kasian sekali petugas2 yg bekerja

    BalasHapus

Untuk dapat memberikan komentar, Anda harus menggunakan salah satu akun atau profile yang Anda miliki. Bila tidak ada, silahkan pilih sebagai "Anonymous"

emo-but-icon

SELAMAT IDUL FITRI 1445 H

Comments

Recent

HUT 22 TAHUN KOTA BIMA

item