Kreatifitas Jadi Karakter Generasi
LB-Craft STIT Sunan Giri Bima. Di era Masyarakat Ekononomi Asia (MEA) semua kalangan sangat dituntut lebih kreatif. Mampu mamanfaatkan p...
11/11/2015 07:47:00 PM
https://www.aktualita.info/2015/11/kreatifitas-jadi-karakter-generasi.html
LB-Craft STIT Sunan Giri Bima. |
Ditengah-tengah terpuruknya ekonomi yang melanda masyarakat, tentu cara berpikir yang cemerlang menjadi solusi bagi kehidupan. Tindakan yang kreatif akan mampu mengurangi beban ekonomi yang sedang dihadapi oleh masyarakat. hal tersebut juga sangat diharapkan lahir dari generasi muda, seperti pelajar, mahasiswa dan pemuda. Gagasan generasi muda ini sangat bagus untuk perkembangan masyarakat kedepannya.
Dalam kondisi yang terbatas dan disaat kemelut persoalan mahasiswa dan pemuda yang banyak disorot dari sisi negatifnya, tetapi hal yang bernillai sangat terlihat pada salah satu perguruan tinggi yang ada di kota Bima. Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Laskar Bima-Craft (LB-Craft) Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Sunan Giri Bima, membuat karya yang memiliki nilai seni dan ekonomis.
Mahasiswa yang bergabung dalam organisasi ini, fokus berkreatifitas untuk mengembangkan potensi dan mengasah kemampuannya. Kreatifitas yang mereka lakukan, yakni membuat tas, bros dan gantung kunci dari tali kur, dan pulpen dari bambu. Selain itu, mereka akan membuat tas dari bahan yang alami dan barang bekas, seperti daun pandan, pelepah pisang, daun yang berukuran lebar dan koran bekas.
Menurut ketua umum LB-Craft, Syafruddin, kreatifitas sangat penting di zaman sekarang. Semuanya harus disiapkan lebih awal untuk menghadapi pasar bebas nanti. Karya itu harus mencerminkan ciri khas daerah. “Kami menyiapkan karya untuk menghadapi tantangan Zaman. Ke depanya akan menciptakan karya dari bahan yang alami dan bentuknya harus disesuaikan dengan karakter daerah, seperti bentuk Uma Lengge dan Asi Mbojo,” jelasnya.
Proses pembuatan karya ini tergantung dari bahannya saja. Kalau menggunakan talikur maka pembuatan tas, bros, dan gantungan kuncinya cepat. Tapi pembuatan menggunakan bahan dari daun pandan dan pelepah pisang agak lama, mulai pengeringan kemudian dimasak dan dililit sesuai dengan kebutuhan. Setelah itu diawetkan dulu dengan zat kimia.
“Kalau membuat tas dengan tali kur, kita mampu membuat tiga unit per hari. Motifnya juga bermacam-macam, sesuai dengan perkembangan zaman. Tapi bahan yang lainnya sampai dua minggu,” sebut Syafruddin.
Melihat kemampuan mahasiswa, dosen pembina UKM LB-Craft, Hermawansyah MpdI menyatakan, organisasi yang belum satu tahun dan hanya beranggotakan 25 orang telah mampu menciptakan berbagai bentuk kreatifitas. Kemampuan mahasiswa ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan kampus.
“Organisasi ini baru sembilan bulan dan mereka berkarya sekitar empat bulan. Itupun tidak berjalan lancar karena kemarin mereka libur. Tetapi karya mereka harus diapreasiasi dengan baik, kemudian tetap diberi motivasi agar mampu berkarya terus,” terangnya.
selama organisasi ini ada, sudah memiliki 12 orang tutor terbaik yang siap memberikan pelatihan. Mereka ini dibina khusus untuk memberikan pelatihan kepada kelompok yang mau diperdayakan. Kader terbaik ini sudah sering memberikan pelatihan di sejumlah kecamatan, seperti di Kecamatan Ambalawi, Donggo, Sape, Parado, Palibelo, dan Langgudu.
“Mereka sudah pernah kita utus untuk membina ibu rumah tangga dibeberapa kecamatan. Karena kami ingin masyarakat juga bisa kreatif, bahan bakunya tersebar luas di desa. Maka perlu buat agar berguna untuk mereka,” kata Hermawansyah.
LB-Craft juga membangun kerjasama dengan Pusat Pelatihan Unit Terpadu (PLUT), agar hasil kreasi bisa dipasarkan lebih luas serta mendapat perlindungan dari pemeintah. PLUT akan mempunyai kewenangan untuk melihat kelayakan karya yang dibuat oleh kelompok atau organisasi kreatif.
“Untuk lebih bagusnya hasil karya dijual, kami telah menjalin kerjasama dengan PLUT. Nanti juga mereka bisa bantu untuk jaringan pemasaran,” imbuhnya.
Tentu setiap terobosan berkarya memilik kendala dan tantanganya. Tantangan subtansial yang dihadapi oleh LB-Crraf, yakni pola pikir mahasiswa yang masih rendah memahami nilai kreatifitas.
“Tantangan adik-adik mahasiswa, belum mengerti pentingnya kreatifitas. Mereka menganggap tidak ada kaitannya dengan jurusan dan hanya buang-buang waktu saja. Lainnya juga seperti fasilitas yang belum maksimal, sistem marketing yang lemah, anggaran yang minim sekali, dan belum banyak pihak yang bisa membantu. Selama ini yang membantu hanya kampus dan patungan pengurus saja, pemerintah belum ada,” jelas Hermawansyah.
Kendati menghadapi berbagai tantangan, namun tidak membuat mahasiswa STIT Sunan Giri berhenti untuk berkarya. Mereka tetap mandiri dengan kemampuan yang dimilikinya. Masalah anggaran bisa dicicil perlahan-lahan agar eksistensinya tetap bertahan.
“Sejak awal saya telah sarankan kepada adik-adik mahasiswa agar tetap mandiri. Jangan karena alasan anggaran berhenti berproses. Sebab ke depannya target kami kampus ini menjadi mini industri sebagai langkah awal karir mahasiswa ditengah-tengah keterbatasan lapangan kerja,” pungkas Hermawansyah.