Putri Sultan Bima XIV Kecam Tragedi Gowa

Dr Hj Siti Maryam (tengah), Putri Sultan Bima XIV, Sultan Muhammad Salahudin, bergelar Ruma Bhumi Partiga. AKTULITA.INFO , Kota Bima – ...

Dr Hj Siti Maryam (tengah), Putri Sultan Bima XIV, Sultan Muhammad Salahudin, bergelar Ruma Bhumi Partiga.
AKTULITA.INFO, Kota Bima – Ibu Suri Kesultanan Bima, Dr Hj Siti Maryam R Salahuddin yang bergelar Ruma Bhumi Partiga, mengecam keras tindakan yang dilakukan oleh Bupati Gowa, Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo yang diduga hendak menjadi raja.

“Tatanan Adat dan Budaya di Kerajaan Gowa yang sudah berlangsung selama ribuan tahun. Penjajah Belanda, Inggris dan Jepang tidak pernah berani menyentuh tatanan itu. Tapi justru di zaman kemerdekaan ini dirusak oleh bangsa sendiri,” kata Siti Maryam melalui juru bicaranya Aji Irham Dae Weo, di kediamannya Museum Samparaja Kota Bima, Selasa (13/9).

Putri Sultan Bima XIV, Sultan Muhammad Salahudin yang akrab disapa Ina Ka’u Mari ini, mendesak Bupati Gowa agar menghentikan tindakannya yang tanpa mendasar itu. Karena tidak akan bisa diterima oleh Masyarakat Adat se-Nusantara, tanpa terkecuali di Bima.

Sebab dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak. “Kerajaan Gowa & Kesultanan Bima adalah satu kesatuan yang persaudaraannya sudah berlangsung sangat lama. Tindakan mengganggu Kerajaan Gowa dengan menduduki Istana serta membongkar paksa brangkas penyimpanan benda Pusaka Kerajaan itu tidak akan bisa diterima walau dengan alasan apapun,” tuturnya.

Ina Kau Mari berharap ada solusi yang terbaik untuk menyelesaikan masalah itu, sehingga tidak berlarut dan berkepanjangan. “Kami berharap Bupati tidak mencampuri urusan pemerintahan dengan urusan Kerajaan Gowa. Karena Bupati tidak termasuk garis keturunanan kerajaan,” ujarnya.

Dilansir media online KOMPAS.Com, Puluhan pasukan kerajaan Gowa terlibat bentrok dengan ratusan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dibantu preman, Minggu (11/9/2016). Bentrokan menggunakan senjata tajam ini mengakibatkan dua orang terluka terkena sabetan senjata tajam dan anak panah.

Peristiwa bentrokan yang terjadi pada pukul 12.25 wita di Istana Balla Lompoa, Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Sungguminasa Kecamatan Sombaopu, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.

Bentrok bermula dari adanya arakan pasukan kerajaan bersama sejumlah pemangku adat sebagai rangkaian dari ritual pencucian benda pusaka kerajaan yang secara turun-temurun digelar setiap tahunnya.

Saat arak-arakan budaya ini digelar, pasukan kerajaan diserang menggunakan anak panah yang bersumber dari dalam Istana Balla Lompoa yang dijaga ketat boleh ratusan Satpol PP dibantu preman. Akibatnya, pasukan kerajaan mengamuk dan menyerang balik penyerang hingga masuk Istana Balla Lompoa.

Tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian tak menyiutkan nyali kedua belah pihak yang bertikai.

Bentrokan menggunakan panah, tombak, dan panik ini mengakibatkan dua orang pasukan kerajaan terluka terkena bacokan senjata tajam dan anak panah. Sementara dari pihak Satpol PP belum diketahui berapa korban luka lantaran awak media dilarang meliput oleh sejumlah petugas Satpol PP.

"Kami sudah mengalah karena kami menggelar ritual di luar istana padahal secara turun temurun ritual adat ini harus digelar di dalam istana tapi nyatanya kami juga diserang walau pun di luar istana makanya pasukan mengamuk," kata Andi Rivai salah seorang pemangku adat Kerajaan Gowa.

Bentrokan ini berakhir setelah sejumlah petinggi Polri tiba di lokasi dan berjanji akan mengusut tuntas pelaku penyerangan yang mengakibatkan seorang anggota pasukan kerajaan terluka.

"Korban penyerangan kami sudah arahkan untuk melapor secara resmi dan kami akan usut tuntas," ujar Kompol Henri, Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Gowa yang turut serta menenangkan kedua belah pihak yang bertikai.

Sejatinya, bentrokan ini merupakan buntut dari konflik keluarga Kerajaan Gowa dengan keluarga bupati setempat yang berujung dengan penobatan sepihak Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichan Yakin Limpo sebagai Raja Gowa berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) yang disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat.

Hal ini ditentang oleh berbagai kalangan lantaran bupati bukan berasal dari garis keturunan Raja Gowa apalagi sebagai pewaris tahta kerajaan.

Sementara Raja Gowa ke-37, pewaris tahta yang sah kerajaan Gowa, yang dikonfirmasi terkait dengan bentrokan ini hanya bisa prihatin dan menghimbau agar bupati setempat berhenti mengusik keluarga kerajaan.

"Ini bentuk otoriter bupati sekarang ini, yang namanya raja itu berdasarkan garis ke turun bukan berdasarkan penunjukan anggota dewan dan raja itu dilantik oleh dewan adat kerajaan bukan dilantik oleh anggota DPRD yang notabenenya dari partai politik," ucap Andi Maddusila Daeng Mattawang Karaeng Lalolang.

[dien/Kompas.com]

Related

Sudut Pandang 5188356744215158559

Posting Komentar Default Comments

Untuk dapat memberikan komentar, Anda harus menggunakan salah satu akun atau profile yang Anda miliki. Bila tidak ada, silahkan pilih sebagai "Anonymous"

emo-but-icon

MARHABAN YA RAMADHAN

ASN Netral..!

Comments

Recent

SELAMAT HUT DAMKAR

item