"LINDU" dan Si Bocah ke Sekolah
Muhammad, Si Bocah penjual Lindu (belut). [yani] AKTUALITA.INFO , Dompu – Cerita hidup orang susah banyak kita dengar, dan bahkan tid...
4/19/2017 11:45:00 AM
https://www.aktualita.info/2017/04/lindu-dan-si-bocah-ke-sekolah.html
Muhammad, Si Bocah penjual Lindu (belut). [yani] |
AKTUALITA.INFO, Dompu – Cerita hidup orang susah banyak kita dengar, dan bahkan tidak sedikit kita temui secara langsung. Label hidup susah adalah potret kemiskinan dan saat ini bergelimpang di tengah-tengah kita.
Miskin bukan saja soal kekurangan harta dan kesempitan rezeki. Namun miskin ilmu atau miskin iman juga kategori yang bisa dinamakan miskin. Tapi miskin yang terus menjadi masalah adalah miskin harta karena berdampak pada persoalan hukum sampai masalah Aqidah.
Bukankah dalam sebuah hadits Rasulullah Muhammad pernah berkata yang artinya "Kefakiran akan mendekatkan pada kekufuran,".
Si Bocah ini (Muhammad) adalah satu dari sekian juta ummat manusia di Indonesia yang nasibnya belum beruntung. Dia adalah pelajar Sekolah Dasar di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, yang keras melawan derasnya arus kemiskinan dan peradaban.
Saat ini Si Bocah duduk di bangku kelas IV, Sekolah Dasar Negeri 4 Dompu. Dia bukan anak berprestasi, namun nilai rapor yang didapatkan tidak kalah jauh dari teman-teman lainnya. Walau dengan keterbatasan secara ekonomi, dan bahkan tidak sempat bermain bergembira ria bersama teman sejawatnya karena harus bekerja dan menemani sang nenek.
Dalam kesehariannya, si Bocah hidup dengan nenek dan satu saudara perempuannya di Lingkungan Salama, Kelurahan Bada, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Di lingkungan keluarganya, si Bocah terdiri dari tiga bersaudara dari pasangan M. Saleh dan Sumarni. Ayahnya sudah duluan menghadap Sang Ilahi, sedangkan bundanya tak tahan hidup menjanda akhirnya memilih menikah lagi, dan mengikuti suami. Mereka tinggal tidak jauh dari kampung halaman si Bocah.
Hidup dalam asuhan nenek Sei Neke, si Bocah hidup berdua dengan kakak perempuan yang masih duduk di bangku SMP kelas VIII. Sementara saudara pertama si Bocah sudah menikah dan hidup pisah rumah dari mereka.
Penuh kekurangan dan jauh dari harapan ingin hidup enak, namun demikian si Bocah dalam keluarga kecilnya tetap dalam suasana kasih sayang, dan semangat menimba ilmu masih melekat dalam diri si Bocah lugu ini.
Bocah ini butuh biaya untuk bersekolah, walaupun sedikit namun bagi orang yang golongan ekonominya lemah biaya tetap menjadi beban hidup. Jangankan untuk membayar sekolah, biaya makan minum pun sulit dicari oleh si Bocah dan nenek nya.
Saat ini keberuntungan hidup berkecukupan belum menghampiri Si Bocah, namun semangat untuk bersekolah tetap ada, dan impian menjadi orang sukses tak juga sirna. Walaupun biaya yang sedikit namun baginya mencekik, tidak menyurutkan langkah si Bocah ke Sekolah untuk menimba ilmu.
Miskin, hidup serba susah dan sederet label kesusahan ada pada profil si Bocah ini, namun harus diambil hikmah dibalik kisahnya yang menyayat hati.
Ditemui saat berjualan Lindu disalah satu jalan kecil, si Bocah menuturkan terpaksa dilakukan untuk bisa ke sekolah. Lindu adalah bahasa Mbojo (Bima) dari Belut yang ukurannya kecil.
"Kenapa adek tidak masuk sekolah? Karena harus jualan Lindu. Lalu Kenapa jualan Lindu? Karena tidak ada uang," jawab polos si Bocah. "Ooo...adek baru bisa ke sekolah jualan Lindu dulu? Iya"., ucap dia.
Disambungkannya, "Nenek menyuruh saya jualan Lindu dulu baru esoknya bisa sekolah. Kalau pas jual Lindu terpaksa oleh nenek dilarang dulu masuk sekolah".
"Mata pelajaran apa yang kamu suka di Sekolah? Matematika dan IPS, jawabnya santai. Berapa nilaimu? Kalau Matematika saya ranking 3, sedangkan IPS ranking 4,".
Benar atau tidaknya jawaban si Bocah, tapi dia sudah mencurahkan bahwa dia memang seorang pelajar, dan tanpa sadar si Bocah menyampaikan pesan tersirat bahwa "Walaupun saya hidup susah, saya harus tetap sekolah".
Hasil jualan Lindu si Bocah diperuntukan untuk biaya makan minum sehari-hari dan buat jajanan ke sekolah. Selain itu untuk keperluan lainnya di sekolah. Karena tidak ada uang, Lindu pun menjadi barang yang melindungi si Bocah agar tetap bersekolah.
Asal muasal Lindu sampai ditangan si Bocah lalu diperdagangkan, ceritanya Lindu tersebut dari hasil pencarian saudara sepupunya di sawah sekitar rumahnya pada malam hari. Sepupu si Bocah tinggal agak jauh dari ruahnya.
Penuturan si Bocah, pencarian Lindu punya waktu tertentu. Biasanya dilakukan setelah padi ditanam dan diairi. Peralatan yang digunakan cukup sederhana dan tidak banyak, hanya berbekal lampu senter dan alat penjepit yang terbuat dari seng yang dibuat bolong-bolong, Lindu sudah bisa ditangkap dengan cara dijepit.
"Kalau musim ada Lindu, biasanya sepupu saya datang untuk menangkap dan mengajak saya, lalu menyuruh saya untuk menjualnya dan hasilnya dikasikan ke nenek," jawab si Bocah dengan bahasa Indonesia terbata-bata.
Harga penjualan Lindu dibandrol si Bocah seharga 10 ribu rupiah. Lindu dikantongi dengan tas kresek kecil warna putih.
"Satu bungkus berapa? 10 ribu. Isi satu plastik berapa buah? 11. Kenapa gak 10? Ah....sama saja," dialog dia menjawab pertanyaan.
Dia juga bercerita bahwa dirinya mendapatkan beasiswa miskin dari sekolah, dan saat inipun masih mendapatkan beasiswa namun belum keluar. Selain itu, untuk tambahan biaya hidup dan sekolah terkadang diberikan oleh ibu nya. Juga dibantu oleh salah satu keluarganya.
"Apa cita-cita kamu? Tidak ada. Masa anak sekolah tidak punya cita-cita? Ummm....jadi Polisi," jawab Muhammad nama lengkap si Bocah.
[yani]