Puluhan Tahun Empat Bersaudara di Bima ini Menderita Lumpuh
Inilah kondisi dua bersaudara dari empat bersaudara penderita lumpuh layu (berbaring) saat dikujungi sejumlah wartawan. [ady] AKTUALI...
12/20/2016 09:56:00 PM
https://www.aktualita.info/2016/12/puluhan-tahun-empat-bersaudara-di-bima.html
Inilah kondisi dua bersaudara dari empat bersaudara penderita lumpuh layu (berbaring) saat dikujungi sejumlah wartawan. [ady] |
AKTUALITA.INFO, Bima – Nasib buah hati pasangan Idris dan Kalisom asal Desa Rabakodo Kecamatan Woha tak seberuntung anak dari keluarga lainnya. Dari lima anak mereka, hanya satu yang tumbuh dewasa dengan kondisi fisik normal. Sementara empat anaknya yang lain semua dalam kondisi cacat karena menderita lumpuh layu.
Keempat bersaudara itu masing-masing bernama Bahrudin (45), Sahrudin (43), Jasman (41) dan Sriyati (35). Akibat keterbatasan fisik, membuat sebagian besar masa hidup mereka dihabiskan di atas kasur.
Namun, diusia yang kini tak lagi muda, keempatnya tak pernah putus asa dan kehilangan semangat hidup. Perjuangan sang Ibu dan keempat anaknya ini bahkan menjadi inspirasi banyak orang.
Minggu (18/12) siang, beberapa wartawan cetak maupun elektronik berkesempatan ke Rabakodo dan berkunjung di kediaman mereka. Kami didampingi Ketua BPD Rabakodo, Agus Riawan. Dia lah yang menyampaikan informasi awal kepada keluarganya.
Sehingga saat tiba di depan pintu rumah, Kalisom langsung menyambut kami dengan hangat dan mempersilahkan masuk. Setelah berkenalan singkat, kami diajak ke kamar anak pertama dan ketiganya, yakni Bahrudin dan Jasman. Keduanya dibaringkan bersebelahan dalam satu kamar, tetapi berbeda kasur.
Anak keduanya, Sahrudin berada di kamar terpisah tepat di samping mereka. Sedangkan Sriyati, anak kelima berada di ruangan tamu. Persis dari arah pintu masuk rumah menghadap ke utara gang agar merasakan cukup sinar dan udara segar.
Saat melihat kami, Bahrudin dan Jasman lah yang sebenarnya lebih banyak bercerita dari pada kami mewawancarai. Meski dalam posisi berbaring, keduanya memulai pembicaraan dan meminta kami mendengarkan.
Mereka rupanya mengenal banyak orang dari berbagai kalangan melebihi orang dengan fisik normal. Bahkan, satu persatu keduanya hafal betul dan menyebutkan semua tamu yang pernah berkunjung sehingga membuat kami takjub.
Sang Ibu, Kalisom yang mendampingi hanya tersenyum melihat keheranan kami. Setelah itu Ia mulai bercerita bahwa penyakit yang diderita keempat anaknya sebenarnya bukan bawaan sejak lahir.
Bahrudin anak tertua, mengalami lumpuh sejak usianya sekitar 10 tahun. Bahkan, kala itu anaknya sempat mengenyam pendidikan hingga kelas tiga sekolah dasar. “Kondisi fisiknya dulu sehat dan gemuk. Dia normal seperti anak-anaknya yang lain,” cerita Kalisom.
Begitu pula dengan Sahrudin, Jasman dan Sriyati. Ketiganya juga sempat tumbuh normal seperti anak kebanyakan. Ia sendiri heran, rata-rata saat usia keempatnya mulai memasuki sekitar 9 tahun ke atas gejala sakit mulai dirasakan.
Hampir sama, gejala awalnya mereka mengalami demam tinggi, kemudian tiba-tiba dingin dan menggigil lalu sering pingsan selama berhari-hari. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk mengobati Bahrudin dan adik-adiknya. Mulai dari pengobatan medis berkali-kali hingga pengobatan tradisional, tetapi tidak membuahkan hasil.
“Kami juga pernah membawa berobat ke Mataram beberapa kali. Hasilnya tetap sama. Mungkin tak terhitung lagi berapa biaya yang kami keluarkan untuk pengobatan keempatnya,” kata Kalisom.
Sampai akhirnya, Bahrudin anak tertua menyerah dengan penyakit yang diderita bersama ketiga adiknya. Hingga kemudian Ia meminta kedua orangtuanya agar tidak lagi mengeluarkan uang untuk pengobatan dan menyimpannya untuk biaya merawat mereka di rumah.
Disinggung soal bantuan dari pemerintah, Kalisom tak memungkiri sudah banyak bantuan selama ini yang datang dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Misalnya dari pemerintah pusat melalui Kementerian Sosial mengirimkan bantuan dana untuk Bahrudin sekali setahun.
Namun Bahrudin mengaku, dua tahun terakhir bantuan dana itu mulai tersendat. Tahun lalu, Ia hanya mendapatkan kiriman sembako sedangkan tahun ini sama sekali tidak ada. “Biasanya memang dikirim setiap Bulan Oktober tiap tahun. Tapi sejak dua tahun tidak ada kiriman lagi. Kalau untuk adik-adik, dapat bantuan dana dari pemerintah provinsi tiga kali setahun,” kata Bahrudin.
Sementara dari pemerintah daerah melalui dinas sosial pernah dibantu tetapi tidak secara rutin. Mereka juga pernah diberikan bantuan kursi roda, tetapi hanya awal-awal saja dipakai sebelum kondisi fisik tidak terlalu parah seperti sekarang.
Karena itu, Kalisom berharap pemerintah daerah memperhatikan lagi kondisi keluarganya. Sebab pengeluaran untuk kebutuhan keempatnya anaknya cukup banyak setiap hari, tak mampu ditutupi dari pemberian anak keempat maupun suaminya.
Selain biaya makan dan minum, Ia juga harus mengeluarkan biaya tambahan bagi orang yang membantu mengangkat anaknya setiap hari saat keperluan ke kamar mandi hingga buang air. “Saya ikhlas menerima semua ini dan tetap merawat semua anak saya dengan penuh kasih sayang,” ujarnya.
[*ady]